Organisasi Pergerakan Nasional
(Budi Utomo, Sarekat Islam, Indische Partij, Muhammadiyah dan Lainnya)
1. Budi Utomo
Organisasi Budi Utomo (BU) didirikan pada
tanggal 20 Mei 1908 oleh para mahasiswa STOVIA di Batavia dengan Sutomo sebagai
ketuanya. Terbentuknya organisasi tersebut atas ide dr. Wahidin Sudirohusodo
yang sebelumnya telah berkeliling Jawa untuk menawarkan idenya membentuk
Studiefounds.
|
Dr Sutomo
|
Gagasan Studiesfounds bertujuan untuk
menghimpun dana guna memberikan beasiswa bagi pelajar yang berprestasi, namun
tidak mampu melanjutnya studinya. Gagasan itu tidak terwujud, tetapi gagasan
itu melahirkan Budi Utomo. Tujuan Budi Utomo adalah memajukan
pengajaran dan kebudayaan.
Tujuan tersebut ingin dicapai dengan
usaha-usaha sebagai berikut:
1) memajukan pengajaran;
2) memajukan pertanian, peternakan dan
perdagangan;
3) memajukan teknik dan industri
4) menghidupkan kembali kebudayaan.
Dilihat dari tujuannya, Budi
Utomo bukan merupakan organisasi politik melainkan merupakan
organisasi pelajar dengan pelajar STOVIA sebagai intinya. Sampai menjelang
kongresnya yang pertama di Yogyakarta telah berdiri tujuh cabang Budi
Utomo, yakni di Batavia, Bogor, Bandung, Magelang, Yogyakarta, Surabaya,
dan Ponorogo.
Untuk mengonsolidasi diri (dengan dihadiri 7
cabangnya), Budi Utomo mengadakan kongres yang pertama di
Yogyakarta pada tanggal 3-5 Oktober 1908. Kongres memutuskan hal-hal sebagai
berikut.
1) Budi Utomo tidak ikut dalam
mengadakan kegiatan politik.
2) Kegiatan Budi Utomo terutama
ditujukan pada bidang pendidikan dan kebudayaan.
3) Ruang gerak Budi Utomo terbatas
pada daerah Jawa dan Madura.
4) Memilih R.T. Tirtokusumo, Bupati
Karanganyar sebagai ketua.
5) Yogyakarta ditetapkan sebagai pusat
organisasi.
Sampai dengan akhir tahun 1909, telah berdiri
40 cabang Budi Utomo dengan jumlah anggota mencapai 10.000
orang. Akan tetapi, dengan adanya kongres tersebut tampaknya terjadi pergeseran
pimpinan dari generasi muda ke generasi tua. Banyak anggota muda yang
menyingkir dari barisan depan, dan anggota Budi Utomo kebanyakan dari
golongan priayi dan pegawai negeri. Dengan demikian, sifat
protonasionalisme dari para pemimpin yang tampak pada awal berdirinya Budi
Utomo terdesak ke belakang. Strategi perjuangan BU pada
dasarnya bersifat kooperatif.
Mulai tahun 1912 dengan tampilnya Notodirjo
sebagai ketua menggantikan R.T. Notokusumo, Budi Utomo ingin mengejar
ketinggalannya. Akan tetapi, hasilnya tidak begitu besar karena pada saat
itu telah muncul organisasi-organisasi nasional lainnya, seperti Sarekat Islam
(SI) dan Indiche Partij (IP).
Namun demikian, Budi Utomo tetap mempunyai
andil dan jasa yang besar dalam sejarah pergerakan nasional,
yakni telah membuka jalan dan memelopori gerakan kebangsaan Indonesia. Itulah
sebabnya tanggal 20 Mei ditetapkan sebagai hari Kebangkitan Nasional
yang kita peringati setiap tahun hingga sekarang.
2. Sarekat Islam (SI)
|
H Samanhudi
|
Tiga tahun setelah berdirinya Budi Utomo,
yakni tahun 1911 berdirilah Sarekat Dagang Islam ( SDI ) di Solo oleh H.
Samanhudi, seorang pedagang batik dari Laweyan Solo.
Organisasi Sarekat Dagang
Islam berdasar pada dua hal berikut ini.
a. Agama Islam.
b. Ekonomi, yakni untuk memperkuat diri dari
pedagang Cina yang berperan sebagai leveransir (seperti kain putih, malam, dan
sebagainya).
Atas prakarsa H.O.S. Cokroaminoto,
nama Sarekat Dagang Islam kemudian diubah menjadi Sarekat Islam ( SI
), dengan tujuan untuk memperluas anggota sehingga tidak hanya terbatas
pada pedagang saja.
Berdasarkan Akte Notaris pada tanggal 10
September 1912, ditetapkan tujuan Sarekat Islam sebagai berikut:
1) memajukan perdagangan;
2) membantu para anggotanya yang mengalami
kesulitan dalam bidang usaha (permodalan);
3) memajukan kepentingan rohani dan jasmani
penduduk asli;
4) memajukan kehidupan agama Islam.
Melihat tujuannya tidak tampak adanya
kegiatan politik. Akan tetapi, Sarekat Islam dengan gigih
selalu memperjuangkan keadilan dan kebenaran terhadap penindasan dan
pemerasan oleh pemerintah kolonial. Dengan demikian, di samping tujuan ekonomi
juga ditekankan adanya saling membantu di antara anggota. Itulah sebabnya dalam
waktu singkat, Sarekat Islam berkembang menjadi anggota massa yang
pertama di Indonesia. Sarekat
Islam merupakan gerakan nasionalis, demokratis dan ekonomis,
serta berasaskan Islam dengan haluan kooperatif.
Mengingat perkembangan Sarekat
Islam yang begitu pesat maka timbullah kekhawatiran dari
pihak Gubernur Jenderal Indenberg sehingga permohonan Sarekat
Islam sebagai organisasi nasional yang berbadan hukum ditolak dan
hanya diperbolehkan berdiri secara lokal. Pada tahun 1914 telah berdiri
56 Sarekat Islam lokal yang diakui sebagai badan hukum.
Pada tahun 1915 berdirilah Central Sarekat
Islam (CSI) yang berkedudukan di Surabaya. Tugasnya ialah membantu menuju
kemajuan dan kerjasama antar Sarekat Islam lokal. Pada tanggal
17–24 Juni 1916 diadakan Kongres SI Nasional Pertama di Bandung yang
dihadiri oleh 80 Sarekat Islam lokal dengan anggota 360.000 orang
anggota. Dalam kongres tersebut telah disepakati istilah "nasional",
dimaksudkan bahwa Sarekat Islam menghendaki persatuan dari
seluruh lapisan masyarakat Indonesia menjadi satu bangsa.
Sifat Sarekat Islam yang demokratis
dan berani serta berjuang terhadap kapitalisme untuk kepentingan rakyat
kecil sangat menarik perhatian kaum sosialis kiri yang tergabung dalam Indische
Social Democratische Vereeniging (ISDV) pimpinan Sneevliet (Belanda), Semaun,
Darsono, Tan Malaka, dan Alimin (Indonesia).
Itulah sebabnya dalam
perkembangannya Sarekat Islam pecah menjadi dua kelompok berikut ini.
1) Kelompok nasionalis religius ( nasionalis
keagamaan) yang dikenal dengan Sarekat Islam Putih dengan asas
perjuangan Islam di bawah pimpinan H.O.S. Cokroaminoto.
2) Kelompok ekonomi dogmatis yang dikenal dengan
nama Sarekat Islam Merah dengan haluan sosialis kiri di bawah
pimpinan Semaun dan Darsono.
3. Indische Partij (IP)
|
Douwes Dekker
|
Indische Partij (IP) didirikan di Bandung
pada tanggal 25 Desember 1912 oleh Tiga Serangkai, yakni Douwes Dekker
(Setyabudi Danudirjo), dr. Cipto Mangunkusumo, dan Suwardi Suryaningrat (Ki
Hajar Dewantara).
Organisasi ini mempunyai cita-cita untuk
menyatukan semua golongan yang ada di Indonesia, baik golongan Indonesia asli
maupun golongan Indo, Cina, Arab, dan sebagainya. Mereka akan dipadukan dalam
kesatuan bangsa dengan membutuhkan semangat nasionalisme Indonesia.
Cita-cita Indische Partij banyak disebar-luaskan melalui surat kabar
De Expres. Di samping itu juga disusun program kerja sebagai
berikut:
1) meresapkan cita-cita nasional Hindia
(Indonesia).
2) memberantas kesombongan sosial dalam
pergaulan, baik di bidang pemerintahan, maupun kemasyarakatan.
3) memberantas usaha-usaha yang membangkitkan
kebencian antara agama yang satu dengan yang lain.
4) memperbesar pengaruh pro-Hindia di
lapangan pemerintahan.
5) berusaha untuk mendapatkan persamaan hak
bagi semua orang Hindia.
6) dalam hal pengajaran, kegunaannya harus
ditujukan untuk kepentingan ekonomi Hindia dan memperkuat mereka yang
ekonominya lemah.
Melihat tujuan dan cara-cara mencapai tujuan
seperti tersebut di atas maka dapat diketahui bahwa Indische
Partij berdiri di atas nasionalisme yang luas menuju Indonesia merdeka.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Indische Partij merupakan
partai politik pertama di Indonesia dengan haluan kooperasi. Dalam waktu
yang singkat telah mempunyai 30 cabang dengan anggota lebih kurang 7.000 orang
yang kebanyakan orang Indo.
Oleh karena sifatnya yang progresif
menyatakan diri sebagai partai politik dengan tujuan yang tegas, yakni
Indonesia merdeka sehingga pemerintah menolak untuk memberikan badan hukum
dengan alasan Indische Partij bersifat politik dan hendak mengancam
ketertiban umum. Walaupun demikian, para pemimpin Indische
Partij masih terus mengadakan propaganda untuk menyebarkan
gagasan-gagasannya.
Satu hal yang sangat menusuk perasaan
pemerintah Hindia Belanda adalah tulisan Suwardi Suryaningrat yang berjudul Als
ik een Nederlander was (seandainya saya seorang Belanda) yang isinya berupa
sindiran terhadap ketidakadilan di daerah jajahan. Oleh karena kegiatannya
sangat mencemaskan pemerintah Belanda maka pada bulan Agustus 1913 ketiga
pemimpin Indische Partij dijatuhi hukuman pengasingan dan mereka
memilih Negeri Belanda sebagai tempat pengasingannya.
Dengan diasingkannya ketiga pemimpin Indische
Partij maka kegiatan Indische Partij makin menurun.
Selanjutnya, Indische Partij berganti nama menjadi Partai Insulinde
dan pada tahun 1919 berubah lagi menjadi National Indische Partij
(NIP). National Indische Partij tidak pernah mempunyai pengaruh
yang besar di kalangan rakyat dan akhirnya hanya merupakan perkumpulan
orang-orang terpelajar.
4. Muhammadiyah
|
KH Ahmad Dahlan
|
Muhammadiyah didirikan oleh Kiai Haji Ahmad
Dahlan di Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912. Asas perjuangannya ialah
Islam dan kebangsaan Indonesia, sifatnya nonpolitik. Muhammadiyah bergerak di
bidang keagamaan, pendidikan, dan sosial menuju kepada tercapainya kebahagiaan
lahir batin.
Tujuan Muhammadiyah ialah sebagai berikut.
1) memajukan pendidikan dan pengajaran
berdasarkan agama Islam;
2) mengembangkan pengetahuan ilmu agama dan
cara-cara hidup menurut agama Islam.
Untuk mencapai tujuan tersebut, usaha yang
dilakukan oleh Muhammadiyah adalah sebagai berikut:
1) mendirikan sekolah-sekolah yang
berdasarkan agama Islam ( dari TK sampai
dengan perguruan tinggi);
2) mendirikan poliklinik-poliklinik, rumah
sakit, rumah yatim, dan masjid;
3) menyelenggarakan kegiatan-kegiatan
keagamaan.
Muhammadiyah berusaha untuk mengembalikan
ajaran Islam sesuai dengan Al-Qur'an dan Hadis. Itulah sebabnya penyelenggaraan
pendidikan dan pengajaran agama Islam secara modern dan memperteguh keyakinan
tentang agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenarnya.
Kegiatan Muhammadiyah juga telah memperhatikan pendidikan wanita yang dinamakan
Aisyiah, sedangkan untuk kepanduan disebut Hizbut Wathon ( HW ).
Sejak berdiri di Yogyakarta (1912) Muhammadiyah terus
mengalami perkembangan yang pesat. Sampai tahun 1913, Muhammadiyah telah
memiliki 267 cabang yang tersebar di Pulau Jawa. Pada tahun 1935, Muhammadiyah
sudah mempunyai 710 cabang yang tersebar di Pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan dan
Sulawesi.
5. Gerakan Pemuda
Gerakan pemuda Indonesia, sebenarnya telah
dimulai sejak berdirinya Budi Utomo, namun sejak kongresnya yang pertama
perannya telah diambil oleh golongan tua (kaum priayi dan pegawai negeri)
sehingga para pemuda kecewa dan keluar dari organisasi tersebut. Baru beberapa
tahun kemudian, tepatnya pada tanggal 7 Maret 1915 di Batavia berdiri Trikoro
Dharmo oleh R. Satiman Wiryosanjoyo, Kadarman, dan Sunardi.
Trikoro Dharmo yang diketui oleh R. Satiman Wiryosanjoyo merupakan oeganisasi pemuda yang pertama yang anggotanya terdiri atas para siswa sekolah menengah berasal dari Jawa dan Madura. Trikoro Dharmo, artinya tiga tujuan mulia, yakni sakti, budi, dan bakti. Tujuan perkumpulan ini adalah sebagai berikut:
Trikoro Dharmo yang diketui oleh R. Satiman Wiryosanjoyo merupakan oeganisasi pemuda yang pertama yang anggotanya terdiri atas para siswa sekolah menengah berasal dari Jawa dan Madura. Trikoro Dharmo, artinya tiga tujuan mulia, yakni sakti, budi, dan bakti. Tujuan perkumpulan ini adalah sebagai berikut:
1) mempererat tali persaudaraan antar
siswa-siswi bumi putra pada sekolah menengah dan perguruan kejuruan;
2) menambah pengetahuan umum bagi para
anggotanya;
3) membangkitkan dan mempertajam peranan
untuk segala bahasa dan budaya.
Tujuan tersebut sebenarnya baru merupakan
tujuan perantara. Adapun tujuan yang sebenarnya adalah seperti apa yang termuat
dalam majalah Trikoro Dharmo yakni mencapai Jawa raya dengan jalan memperkokoh
rasa persatuan antara pemuda-pemuda Jawa, Sunda, Madura, Bali, dan Lombok. Oleh
karena sifatnya yang masih Jawa sentris maka para pemuda di luar Jawa (tidak
berbudaya Jawa) kurang senang.
Untuk menghindari perpecahan, pada kongresnya di Solo pada tanggal 12 Juni 1918 namanya diubah menjadi Jong Java (Pemuda Jawa). Sesuai dengan anggaran dasarnya, Jong Java ini bertujuan untuk mendidik para anggotanya supaya kelak dapat menyumbangkan tenaganya untuk membangun Jawa raya dengan jalan mempererat persatuan, menambah pengetahuan, dan rasa cinta pada budaya sendiri.
Untuk menghindari perpecahan, pada kongresnya di Solo pada tanggal 12 Juni 1918 namanya diubah menjadi Jong Java (Pemuda Jawa). Sesuai dengan anggaran dasarnya, Jong Java ini bertujuan untuk mendidik para anggotanya supaya kelak dapat menyumbangkan tenaganya untuk membangun Jawa raya dengan jalan mempererat persatuan, menambah pengetahuan, dan rasa cinta pada budaya sendiri.
Sejalan dengan munculnya Jong Java, pemuda-pemuda di
daerah lain juga membentuk organisasi-organisasi, seperti Jong Sumatra Bond,
Pasundan, Jong Minahasa, Jong Ambon, Jong Selebes, Jong Batak, Pemuda Kaum
Betawi, Sekar Rukun, Timorees Verbond, dan lain-lain. Pada dasarnya semua
organisasi itu masih bersifat kedaerahan, tetapi semuanya mempunyai cita-cita
ke arah kemajuan Indonesia, khususnya memajukan budaya dan daerah
masing-masing.
6. Taman Siswa
|
Ki Hajar Dewantara
|
Sekembalinya dari tanah pengasingannya di
Negeri Belanda (1919), Suwardi Suryaningrat menfokuskan perjuangannya dalam
bidang pendidikan. Pada tanggal 3 Juli 1922 Suwardi Suryaningrat (lebih dikenal
dengan nama Ki Hajar Dewantara) berhasil mendirikan perguruan Taman Siswa di
Yogyakarta. Dengan berdirinya Taman Siswa, Suwardi Suryaningrat memulai gerakan
baru bukan lagi dalam bidang politik melainkan bidang pendidikan, yakni
mendidik angkatan muda dengan jiwa kebangsaan Indonesia berdasarkan akar budaya
bangsa.
Sekolah Taman Siswa dijadikan sarana untuk
menyampaikan ideologi nasionalisme kebudayaan, perkembangan politik, dan juga
digunakan untuk mendidik calon-calon pemimpin bangsa yang akan datang.
Dalam hal ini, sekolah merupakan wahana untuk meningkatkan derajat bangsa melalui pengajaran itu sendiri. Selain pengajaran bahasa (baik bahasa asing maupun bahasa Indonesia), pendidikan Taman Siswa juga memberikan pelajaran sejarah, seni, sastra (terutama sastra Jawa dan wayang), agama, pendidikan jasmani, dan keterampilan (pekerjaan tangan) merupakan kegiatan utama perguruan Taman Siswa.
Dalam hal ini, sekolah merupakan wahana untuk meningkatkan derajat bangsa melalui pengajaran itu sendiri. Selain pengajaran bahasa (baik bahasa asing maupun bahasa Indonesia), pendidikan Taman Siswa juga memberikan pelajaran sejarah, seni, sastra (terutama sastra Jawa dan wayang), agama, pendidikan jasmani, dan keterampilan (pekerjaan tangan) merupakan kegiatan utama perguruan Taman Siswa.
Penididikan Taman Siswa dilakukan dengan
sistem "among" dengan pola belajar "asah, asih dan asuh".
Dalam hal ini diwajibkan bagi para guru untuk bersikap dan berlaku
"sebagai pemimpin" yakni di depan memberi contoh, di tengah dapat
memberikan motivasi, dan di belakang dapat memberikan pengawasan yang
berpengaruh. Prinsip pengajaran inilah yang kemudian dikenal dengan pola
kepemimpinan "Ing ngarsa sung tulodho, ing madya mangun karsa, tut wuri
handayani ". Pola kepemimpinan ini sampai sekarang masih menjadi ciri
kepemimpinan nasional.
Berkat jasa dan perjuangannya yakni mencerdaskan
kehidupan menuju Indonesia merdeka maka tanggal 2 Mei (hari kelahiran Ki Hajar
Dewantara) ditetapkant sebagai hari Pendidikan Nasional. Di samping itu,
"Tut Wuri Handayani" sebagai semboyan terpatri dalam lambang
Departemen Pendidikan Nasional.
7. Partai Komunis Indonesia (PKI)
Benih-benih paham Marxis dibawa masuk ke
Indonesia oleh seorang Belanda yang bernama H.J.F.M. Sneevliet. Atas dasar
Marxisme inilah kemudian pada tanggal 9 Mei 1914 di Semarang, Sneevliet
bersama-sama dengan J.A. Brandsteder, H.W. Dekker, dan P. Bersgma berhasil
mendirikan Indische Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV). Ternyata ISDV
tidak dapat berkembang sehingga Sneevliet melakukan infiltrasi (penyusupan)
kader-kadernya ke dalam tubuh SI dengan menjadikan anggota-anggota ISDV sebagai
anggota SI, dan sebaliknya anggota-anggota SI menjadi anggota ISDV.
Dengan cara itu Sneevliet dan kawan-kawannya
telah mempunyai pengaruh yang kuat di kalangan SI, lebih-lebih setelah berhasil
mengambil alih beberapa pemimpin SI, seperti Semaun dan Darsono. Mereka inilah
yang dididik secara khusus untuk menjadi tokoh-tokoh Marxisme tulen. Akibatnya
SI Cabang Semarang yang sudah berada di bawah pengaruh ISDV semakin jelas warna
Marxisnya dan selanjutnya terjadilah perpecahan dalam tubuh SI.
Pada tanggal 23 Mei 1923 ISDV diubah menjadi
Partai Komunis Hindia dan selanjutnya pada bulan Desember 1920 menjadi Partai
Komunis Indonesia. (PKI). Susunan pengurus PKI , antara lain Semaun (ketua),
Darsono (wakil ketua), Bersgma (sekretaris), dan Dekker (bendahara).
PKI semakin aktif dalam percaturan politik
dan untuk menarik massa maka dalam propagandanya PKI menghalalkan secara cara.
Sampai-sampai tidak segan-segan untuk mempergunakan kepercayaan rakyat kepada
ayat-ayat Al - Qur'an dan Hadis bahkan juga Ramalan Jayabaya dan Ratu
Adil.
Kemajuan yang diperolehnya ternyata membuat PKI lupa diri
sehingga merencanakan suatu petualangan politik. Pada tanggal 13 November 1926
PKI melancarkan pemberontakan di Batavia dan disusul di daerah-daerah lain,
seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Di Sumatra Barat pemberontakan
PKI dilancarkan pada tanggal 1 Januari 1927. Dalam waktu yang singkat semua
pemberontakan PKI tersebut berhasil ditumpas. Akhirnya, ribuan rakyat
ditangkap, dipenjara, dan dibuang ke Tanah Merah dan Digul Atas (Papua).
8. Partai Nasional Indonesia (PNI)
Algemene Studie Club di Bandung yang
didirikan oleh Ir. Soekarno pada tahun 1925 telah mendorong para pemimpin
lainnya untuk mendirikan partai politik, yakni Partai Nasional Indonesia (
PNI). PNI didirikan di Bandung pada tanggal 4 Juli 1927 oleh 8 pemimpin, yakni
dr. Cipto Mangunkusumo, Ir. Anwari, Mr. Sartono, Mr. Iskak, Mr. Sunaryo, Mr.
Budiarto, Dr. Samsi, dan Ir. Soekarno sebagai ketuanya. Kebanyakan dari mereka
adalah mantan anggota Perhimpunan Indonesia di Negeri Belanda yang baru kembali
ke tanah air.
Radikal PNI telah kelihatan sejak awal
berdirinya. Hal ini terlihat dari anggaran dasarnya bahwa tujuan PNI adalah
Indonesia merdeka dengan strategi perjuangannya nonkooperasi. Untuk mencapai
tujuan tersebut maka PNI berasaskan pada self help, yakni prinsip menolong diri
sendiri, artinya memperbaiki keadaan politik, ekonomi, dan sosial budaya yang
telah rusak oleh penjajah dengan kekuatan sendiri; nonkooperatif, yakni tidak
mengadakan kerja sama dengan pemerintah Belanda; Marhaenisme, yakni
mengentaskan massa dari kemiskinan dan kesengsaraan.
Untuk mencapai tujuan tersebut, PNI telah
menetapkan program kerja sebagaimana dijelaskan dalam kongresnya yang pertama
di Surabaya pada tahun 1928, seperti berikut.
1) Usaha politik, yakni memperkuat rasa
kebangsaan (nasionalisme) dan kesadaran atas persatuan bangsa Indonesia,
memajukan pengetahuan sejarah kebangsaan, mempererat kerja sama dengan
bangsa-bangsa Asia, dan menumpas segala rintangan bagi kemerdekaan diri dan
kehidupan politik.
2) Usaha ekonomi, yakni memajukan perdagangan
pribumi, kerajinan, serta mendirikan bank-bank dan koperasi.
3) Usaha sosial, yaitu memajukan pengajaran
yang bersifat nasional, meningkatkan derajat kaum wanita, memerangi
pengangguran, memajukan transmigrasi, memajukan kesehatan rakyat, antara lain
dengan mendirikan poliklinik.
Untuk menyebarluaskan gagasannya, PNI
melakukan propaganda-propaganda, baik lewat surat kabar, seperti Banteng
Priangan di Bandung dan Persatuan Indonesia di Batavia, maupun lewat para
pemimpin khususnya Ir. Soekarno sendiri. Dalam waktu singkat, PNI telah
berkembang pesat sehingga menimbulkan kekhaw-tiran di pihak pemerintah Belanda.
Pemerintah kemudian memberikan peringatan kepada pemimpin PNI agar menahan diri
dalam ucapan, propaganda, dan tindakannya.
Dengan munculnya isu bahwa PNI pada awal
tahun 1930 akan mengadakan pemberontakan maka pada tanggal 29 Desember 1929,
pemerintah Hindia Belanda mengadakan penggeledahan secara besar-besaran dan
menangkap empat pemimpinnya, yaitu Ir. Soerkarno, Maskun, Gatot Mangunprojo dan
Supriadinata. Mereka kemudian diajukan ke pengadilan di Bandung.
Dalam sidang pengadilan, Ir. Soerkarno
mengadakan pembelaan dalam judul Indonesia Menggugat. Atas dasar tindakan
melanggar Pasal "karet" 153 bis dan Pasal 169 KUHP, para pemimpin PNI
dianggap mengganggu ketertiban umum dan menentang kekuasaan Belanda sehingga
dijatuhi hukuman penjara di Penjara Sukamiskin Bandung. Sementara itu, pimpinan
PNI untuk sementara dipegang oleh Mr. Sartono dan dengan pertimbangan demi
keselamatan maka pada tahun 1931 oleh pengurus besarnya PNI dibubarkan. Hal ini
menimbulkan pro dan kontra.
Mereka yang pro pembubaran, mendirikan partai baru dengan
nama Partai Indonesia (Partindo) di bawah pimpinan Mr. Sartono. Kelompok yang
kontra, ingin tetap melestarikan nama PNI dengan mendirikan Pendidikan Nasional
Indonesia (PNI-Baru) di bawah pimpinan Drs. Moh. Hatta dan Sutan Syahrir.
9. Gerakan Wanita
|
RA Kartini
|
Munculnya gerakan wanita di Indonesia,
khusunya di Jawa dirintis oleh R.A. Kartini yang kemudian dikenal sebagai
pelopor pergerakan wanita Indonesia. R.A. Kartini bercita-cita untuk mengangkat
derajat kaum wanita Indonesia melalui pendidikan.
Cita-citanya tersebut tertulis dalam surat-suratnya yang kemudian berhasil dihimpun dalam sebuah buku yang diterjemahkan dalam judul Habis Gelap Terbitlah Terang. Cita-cita R.A. Kartini ini mempunyai persamaan dengan Raden Dewi Sartika yang berjuang di Bandung.
Cita-citanya tersebut tertulis dalam surat-suratnya yang kemudian berhasil dihimpun dalam sebuah buku yang diterjemahkan dalam judul Habis Gelap Terbitlah Terang. Cita-cita R.A. Kartini ini mempunyai persamaan dengan Raden Dewi Sartika yang berjuang di Bandung.
Semasa Pergerakan Nasional maka muncul
gerakan wanita yang bergerak di bidang pendidikan dan sosial budaya.
Organisasi-organisasi yang ada, antara lain sebagai berikut.
1) Putri Mardika di Batavia (1912) dengan
tujuan membantu keuangan bagi wanita-wanita yang akan melanjutkan sekolahnya.
Tokohnya, antara lain R.A. Saburudin, R.K. Rukmini, dan R.A. Sutinah
Joyopranata.
2) Kartinifounds, yang didirikan oleh suami
istri T.Ch. van Deventer (1912) dengan membentuk sekolah-sekolah Kartinibagi
kaum wanita, seperti di Semarang, Batavia, Malang, dan Madiun.
3) Kerajinan Amal Setia, di Koto Gadang
Sumatra Barat oleh Rohana Kudus (1914).
Tujuannya meningkatkan derajat kaum wanita
dengan cara memberi pelajaran membaca, menulis, berhitung, mengatur rumah
tangga, membuat kerajinan, dan cara pemasarannya.
4) Aisyiah, merupakan organisasi wanita
Muhammadiyah yang didirikan oleh Ny. Hj. Siti Walidah Ahmad Dahlan (1917).
Tujuannya untuk memajukan pendidikan dan keagamaan kaum wanita.
5) Organisasi Kewanitaan lain yang berdiri
cukup banyak, misalnya Pawiyatan Wanito di Magelang (1915), Wanito Susilo di
Pemalang (1918), Wanito Rukun Santoso di Malang, Budi Wanito di Solo, Putri
Budi Sejati di Surabaya (1919), Wanito Mulyo di Yogyakarta (1920), Wanito Utomo
dan Wanito Katolik di Yogyakarta (1921), dan Wanito Taman Siswa (1922).
Organisasi wanita juga muncul di Sulawesi
Selatan dengan nama Gorontalosche Mohammadaanche Vrouwenvereeniging. Di Ambon
dikenal dengan nama Ina Tani yang lebih condong ke politik. Sejalan dengan
berdirinya organisasi wanita, muncul juga surat kabar wanita yang bertujuan
untuk menyebarluaskan gagasan dan pengetahuan kewanitaan. Surat kabar milik
organisasi wanita, antara lain Putri Hindia
di Bandung, Wanito Sworo di Brebes, Sunting Melayu di Bukittinggi, Esteri Utomo
di Semarang, Suara Perempuan di Padang, Perempunan Bergolak di Medan, dan Putri
Mardika di Batavia.
Puncak gerakan wanita, yaitu dengan
diselenggarakannya Kongres Perempuan Indonesia I pada tanggal 22–25 Desember
1928 di Yogyakarta. Kongres menghasilkan bentuk perhimpunan wanita berskala
nasional dan berwawasan kebangsaan, yakni Perikatan Perempuan Indonesia (PPI).
Dalam Kongres Wanita II di Batavia pada tanggal 28–31 Desember 1929 PPI diubah
menjadi Perikatan Perhimpunan Isteri Indonesia (PPII). Kongres Wanita I
merupakan awal dari bangkitnya kesadaran nasional di kalangan wanita Indonesia
sehingga tanggal 22 Desember ditetapkan sebagai hari Ibu.
Demikianlah Materi Organisasi Pergerakan
Nasional (Budi Utomo, Sarekat Islam, Indische Partij, Muhammadiyah dan
Lainnya), semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar